Jalan Yang Terpisah.

Memang sudah begini jalannya, kita saling melupakan dan meninggalkan, memang mudah bagimu  menghindari setiap ingatan tentang perjalanan kita, tapi aku, butuh bergelas – gelas kopi untuk menenangkan diri ketika ingatan mengembara saat denganmu.

Saat kita ke jember kita akan disambut dengan nasi pecel, lodeh, dan nasi goreng. Makanan sederhana yang biasa mampang di pinggiran jalan. Tapi kita tak akan kehilangan selera, karena semua itu tentang dengan siapa kita melewatinya, tentang kebersamaan yang terkenang sepanjang jalan. 

Malam itu kita tanpa sengaja bertemu, di sebuah pusat belanja, aku menyapamu dan kita saling melempar senyum. Hey bagaimana kabarmu fen? Alhamdulillah baik, kamu?. Aku juga baik. Lalu ia bergegas pergi, seorang lelaki memanggilnya dan menggandeng tangannya.

Feni adalah sahabat kecilku ketika sekolah dasar dan berlanjut sampai kuliah, ia sangat cerdas, berkali – kali ia mendapat rengking pertama disekolah, begitupun ketika kuliah, IPK juga diatas rata – rata.

Dulu kita sering melewati hari bersama, dan melewati hari dengan berbagi hati, tapi beginilah jalan cinta, bekerja dengan caranya sendiri, mengikuti arus takdir yang akhirnya harus ada yang tersakiti, tapi tak apa, memang tak ada yang pasti, dan tak ada yang dapat kuberi selain do’a, semoga bahagia selalu mengikuti.

Aku memandangnya sampai jauh, sampai batas jarak pandang, ia menoleh kebelakang dan tersenyum, aku melihat sehelai sorga disela lesung pipinya. Sungguh aku tak layak memilikinya.

4 pemikiran pada “Jalan Yang Terpisah.

Tinggalkan komentar