Bangku Deretan Belakang.

Hari pertama naik kelas 4, saat teman – teman kelasku berebut bangku mana yang akan ia duduki, barangkali teman – teman kelas sengaja menyisahkan bangku deretan belakang. dimana hanya aku dan mayu yang belum mendapatkan bangku kelas. aku tampak malu memulai duduk sebangku dengan mayu, selain cantik ia juga siswi berprestasi di kelas, sangat berbanding terbalik denganku yang naik kelas saja sudah alhamdulilah sampai Alfatihah.

saat jam pelajaran mulai aku duduk agak berjauhan, aku malu duduk sama cewek, aku tahu sedang dikerjain teman – teman kelasku, kakiku gemetar, tampak kikuk. sedang mayu lebih santai, sambil menebar senyum kearahku. aku juga membalas senyumnya. 

sejak saat itu aku mulai akrab dengan mayu, kita sering bermain bersama saat jam istirahat, dan yang paling berkesan saat mayu menuliskan namanya bersanding dengan namaku tepat di meja kelas kami, lengkap dengan simbol love. entahlah apakah ini cinta pertamaku.

saat ulangan sekolah sangat pelit memberi contekan apalagi sama aku, kadang aku menconteknya dengan melirik, segera mungkin mayu menutup jawabannya dengan buku, aku berlagak ngambek, dan tak mau bermain bersama saat jam istirahat. tapi itu hanya berlaku sebentar, keesokan harinya kami kembali akrab, dan yang paling berkesan aku membawakan es lilin untuk mayu, ia tersenyum, dengan haru. 

“ini buat kamu” sembari menyodorkan tanganku. 

“terima kasih” ucapnya,

 “tapi nanti kalau ulangan beri contekan ya?” “ucapku dengan mimik agak cengengesan”.

“nggak, makanya belajar. dengan nada bercanda.

bel sekolah membuyarkan romantisme kanak – kanak kami, bagiku bel sekolah sangat menyebalkan kecuali bel saat pulang sekolah. kami bergegas menuju kelas sesampainya di pintu kelas teman – teman menyoraki “cieeee – cieee”, aku malu sekali, mayu tetap santai, di papan tulis sudah ada namaku dan mayu bersanding ” ROSI Dan Mayu”. aku segera menghapusnya tapi teman – teman menahanku. nama itu bertahan sampai guru kelas masuk dan menghapusnya. aku nangis karena malu, dan merasa gak enak habis di bully seperti itu. sedangkan mayu cuek-cuek saja.

aku dan mayu seperti melakoni sebuah kisah cinta tanpa ungkapan, kita bersama karena merasa nyaman, bahkan melebihi romantisme orang-orang dewasa, yang gaya pacarannya sangat norak.

saat pelajaran matematika aku paling nggak suka, kadang aku memilih tidur atau melamun, melamun siapa lagi kalau tidak menghayal kebersamaanku dengan mayu di luar sekolah, khayalan anak – anak yang menjangkau langit, barangkali tuhan tersenyum melihat khayalanku. kemudian aku menuliskan namaku dengan nama mayu di meja, entah sudah berapa nama kami bersanding di meja belakang. juga dengan berbagai macam gambar, coretan dan kata – kata romantis ala anak sekolah dasar.

suatu waktu saat semesteran, langit sangat mendung, tepat saat ujian matematika, aku sangat takut selain fenomena alam yang sedikit memberi getir dilengkapi juga dengan ujian matematika, malangnya lagi saat semesteran tempat duduk sudah ditentukan sekolah, dan aku tak sebangku dengan mayu, aku berada di bangku paling depan, posisi yang paling seram dan tidak nyaman ketika ujian, bangku yang tepat di depan meja pengawas, saat-saat seperti itu aku butuh mayu, gadis unyu yang seringkali menyelamatkan ulanganku, tapi kini aku tak bisa berbuat apa-apa, ia jauh di pojok belakang sebelah kanan.

Seolah nasib baik selalu berpihak padaku, aku naik kelas 5. aku bahagia, orang tuaku saat melihat isi rapotku tampak senyum-senyum hambar, dimana senyum itu dibalut dengan syukur dan doa yang berlipat-lipat, sebuah senyum yang tak akan aku lupakan sampai kelak aku dewasa.

Namun ada yang membuat aku sedih, di sekolah ada sistem pembagian kelas dimana anak yang peringkatnya  baik digabung di kelas 5A dan dan aku masuk di kelas 5B jelas aku berpisah kelas dengan mayu, ternyata nasib baikku di sekolah dasar yang selalu diberi keberuntungan akrab dengan siswi cantik dan berprestasi berhenti disini, ternyata ganteng diusia dini tak cukup untuk selalu bersanding dengan cewek cantik seperti mayu, dibutuhkan kecerdasan juga. sial bukan.

Saat itu dengan sendirinya aku dan mayu mulai jarang bersama. ia seperti berubah, ketika bertemu disekolah seperti malu-malu yang mau menyapa, begitu pula aku. kita berpisah dengan sendirinya. jarak terbentang dengan sendirinya, ia mulai asik dengan teman-teman barunya di kelas 5, begitu juga aku. kisah ini seperti berakhir tanpa salam perpisahan, tanpa lambayan tangan, dan tanpa isyarat.

suatu hari saat jam pulang sekolah, aku melihat mayu mengayuh sepeda, aku menatapnya dalam-dalam sampai ia jauh, sampai jarak pandang yang tak terbatas. aku tidak mengerti kenapa hubungan kita di kelas 5 menjadi sedingin ini, kita sudah tak seperti dulu, hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

waktu berlalu dengan cepat, mayu telah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Gajah Mada, sedang aku juga menyelesaikan pendidikannya di Universitas Islam Jember. kita sudah menjalani kehidupan masing-masing, namun masih aku ingat saat kau menuliskan nama kita dimeja pojok deretan belakang. lima belas tahun berlalu, apa kabar bangku deretan belakang? bagaimana nasibmu meja deretan belakang? berganti posisikah? atau barangkali sudah musnah di terpa zaman.

# kisah ini hanya kisah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, kisah, dan halhal yang menyinggung relung batin, saya mohon maaf sebesarbesarnya.

13 pemikiran pada “Bangku Deretan Belakang.

      1. selama ini aku nggak tau format penulisan itu seperti apa, yg penting nulis. entah sesuai EYD atau tidak aku tidak peduli, yang penting menarik untuk dibaca.

        Suka

      2. Toh bukan skripsi ini lah ya, hhahaha.. emang bener sih, klo terlalu fokus sm format, tata bahasa dkk apa yg ingin dsampaikan suka jd buyar

        Suka

      3. Entah kenapa, klo mau nulis bebas rasanya kyk terbayang2 siap diomeli dosen yg perfeksionis, selalu adaa aja salahnya, hhahaha

        Suka

Tinggalkan komentar